![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqjKKKsdveAYD0FcA8p9jdG9h8i7F6agoQRN9qi2qhHp9ylF1Kjp0HsHG3DS6bbEWo-5ftmpXXhyphenhyphen6NGXLgMYVn-PQpzJgUYqC6HVSORK3nbpaCsuS594kTAm770-Q_AYe5_9YHgmuQAb4/s1600/social-media-dog-tag-440.jpg)
Dampaknya, banyak akun-akun anonim
yang dibuat untuk menggembar-gemborkan komoditas mainstream framming opinion. Banyak hal yang terjadi, mungkin bagi
pengguna baru yang penasaran bagaimana dinamika yang ada di twitter akan segera
menampakan kernyut di dahi dengan berbagai macam opini yang terus menerus
dibangun secara terstruktur dan masif.
Media pertelevisian terutama
entertainment semakin banyak yang mempopulerkan tokoh / artis ataupun
programnya menggunakan sosial media seperti twitter dan facebook. Hal tersebut
sebagai upaya membangun human insterest untuk terus mengikuti perkembangan yang
terbaru alias up-todate. Layaknya sinetron yang digemari ibu-ibu tak mau
ketinggalan satu kali tayangan episode sekalipun. Begitu terlewat, sedikit
kekecewaan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOEx51T_xa_MeMZSEHb22N3EURsmprG61oN1xneDGHy1rAScgwFrQLxzHALDas9w14nhEYJZqZh35KYJ5SKJYURUqi6yQNZ89An-yvTRDXsU_-pnFmQUVszvrfWrBybXUV0qLd94d9IdY/s1600/Tweet.jpg)
Pergeseran zaman dari budaya
ketimuran yang dahulunya mengutamakan etika,tindak tanduk dalam bertutur kata
dalam kehidupan sehari-hari dan cenderung kesederhanaan yang menjadi pilar
utama kehidupannya, kini semakin memudar dengan dinamika yang bersifat
kedunawian. Hedonarsis merupakan wabah negatif, terjadi karena efek human
interest yang berlebihan dan meranah ke hawa nafsu manusia supaya cepat tenar
dengan membuat berbagai sensasi, dikenal orang, komiditi eksploitasi media, dan
cenderung ke ‘riya’ alias pengin di puji tentang kelebihan yang dimilikinya.
Misal : cantik, ganteng, kaya, dan sebagainya.
Apakah kita harus menyalahkan zaman?
Tidak perlu, hanya saja kita harus menyikapinya dengan positif dengan cara
budaya kita sendiri. “local genius” beberapa
abad silam sudah ada dan dimiliki oleh Nusantara ini, menurut ilmuan antropolog
dari Belanda. Hal ini perlu kita lakukan lagi sekarang. Banyaknya arus,
dinamika, dan perkembangan zaman harus kita sikapi dengan mengambil hal yang
positif. Contohnya dengan mengangkat kembali nilai-nilai budaya. Bukan
berbicara dari cara beribadah / melakukan suatu hal yang berbau akidah. Tapi
lebih ke pengangkatan nilai-nilai serta potensi yang nantinya akan beradampak
positive domino effect. Jadi dari masyarakat akar rumputpun terkena imbasnya.
Saat berbicara tentang kebudayaan
dengan beberapa tokoh daerah, jawa khususnya. Dari zaman arab masih jahiliyah,
masyarakat Nusantara sudah berada di puncak kejayaannya dengan mengangkat
nilai-nilai luhur dan tradisi penganut agama tauhid yang direpresentasikan
dengan berbagai upacara adat. Namun, banyak yang menyalah artikan bahwa upacara
tersebut utk sesembahan yang bersifat mistis dan jadi alternatif ataupun jalan
pintas untuk dimintai pertolongan. Naudzubillah…
Zona konvergensi terhadap
nilai-nilai kebudayaan memang bisa dipetakan dengan berbagai ciri khas budaya
lokal yang diangkat dan dilakukan masyarakat di daerah tertentu. Tapi Bhineka
Tunggal Ikha telah menjawabnya bahwa segala perbedaan dari 500 lebih suku bangsa
dan 1000 lebih bahasa daerah merupakan kekhasanahan budaya yang patut
dilestarikan. Mainstream media sekarang lebih mengedepankan modernisasi tetapi
lupa akan sejarah dan budaya itu sendiri serta mengedepankan life style yang
berbeda dan jauh dari kearifan lokal. Perlu diluruskan disini adalah life style
yang berlawanan dengan modernisasi malah dicurigai sebagai penghambat majunya
zaman itu sendiri. Opini sering dibuat dan dipelintir serta menggiring
pemikiran manusia untuk melakukan suatu hal sehingga menjadi paradigma,
labeling, dan stereotipe yang berlebihan sebagai akibat dari fanatisme yang
berbentrokan dengan nilai- nilai kesatuan PANCASILA. Dalam kamus bahasa
indonesia, fanatisme berarti kebanggaan yang bersifat berlebihan. Layaknya
supporter bola yang begitu semangat mendukung dengan chants ala tim kesayangan
mereka supaya menang. Hal tersebut perlu digaris bawahi bahwa fanatisme
diperlukan juga untuk membangun semangat kepemudaan tetapi tetap dikontrol
dengan azas pluralitas. Hal tersebut sudah terjadi pada 1928 silam tentang
perkumpulan pemuda-pemudi Indonesia yang terdiri atas Jong Sumateran, Borne,
Java, dan jong-jong lainnya.
Menolak lupa, beberapa jargon yang
dipopulerkan di media masa,sosial media manapun. Seyogyanya tidak
memperangkapkan diri ke masa silam yang hiruk pikuk menggambarkan betapa
chaostic-nya saat itu. Mulai dari isu HAM, penculikan aktivis dan sebagainya.
Menolak lupa berarti juga tak boleh melupakan sejarah bangsa ini dengan
keanekaragaman yang begitu banyak, sumber daya alam yang berlimpah, tetapi
memiliki kejayaan pada masa lalunya. Kita sudah terkurung ke opini kesuraman
masa lalu tersebut dengan jargon MENOLAK LUPA. Tapi kita lupa bahwa dahulu kita
pernah berjaya sehingga timbul opini yang kontruktivistik guna mendukung
pembangunan berkebangsaan dan negara tercinta ini. Bukan berarti pula kita
harus memaafkan begitu saja tentang apa yang terjadi. Menjadi pelajaran dimasa
mendatang, dikira itu belum cukup untuk mengeksploitasi kepentingan yang
mengangkat isu-isu kemanusiaan. Apakah isu- isu tersebut akan selalu dijual
sebagai salah satu kontra-mainstream dan dominasi oligarki bangsa ini?
nice info :)
http://konsepusahakuliner.blogspot.com/
Caesars Entertainment Inc. Stock Quote - JTM Hub
Find Caesars Entertainment Inc. stock 서산 출장샵 quote, history, news, 평택 출장안마 price, and 광명 출장샵 other 성남 출장안마 vital information to help you with your 동두천 출장안마 stock trading.